Cah Ndeso Buaaangets

NndduuaBLEK puuool..tapi sopo sing ngerti atine ?

More About Me...

nggak pernah getun lahir nang ndeso.

Another Tit-Bit...

tahu lontonge lek srinah sik sedep,huleg huleg'e lek katiyem mambu rujak puedese ra eram.rempeyek kacang mlenthos mlenthos..sopo sing ra kepengen?..

burung Cucak Ijo

cucak ijo

Habitat jenis fauna burung Cucak Ijo ditengarai berasal dari kawasan Malang Selatan, walaupun di beberapa daerah lain juga terdapat burung sejenis. Didasari dengan latar belakang Chloropsis Sonnerati dan disusul kemudian dengan Surat Bupati Kepala Daerah Tingkat II Malang tanggal 8 Pebruari 1996 bernomor 522.4/429.024/1995 tentang pelestarian flora dan fauna, Burung Cucak Ijo dimunculkan sebagai identitas fauna Kabupaten Malang. Kemudian dikukuhkan pula dengan Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Malang, nomor 180/170/SK/429.013/1997, tentang Penetapan Maskot / Identitas Flora dan FaunaKabupaten Daerah Tingkat II Malang, tertanggal 26 April 1997. Dalam Surat Keputusan Bupati itu, untuk maskot flora ditetapkan Apel Manalagi (Malus Sylvestris Mill). Sedangkan untuk faunanya adalah Burung Cucak Ijo. Maksud penetapan maskot flora dan fauna tersebut sebagai upaya pengenalan sekaligus pelestarian yang didasari keunikan suatu jenis satwa dan tumbuhan tertentu yang terdapat di Kabupaten Malang serta merupakan ciri khas daerah. Penetapan maskot tersebut berperan pula sebagai sarana meningkatkan promosi kepariwisataan, penelitian dan pendidikan. Upaya pelestarian Burung Cucak Ijo ini dilakukan antara lain dengan cara pembangunan penangkaran terbesar yang sedang dibangun di Desa Jeru, Kecamatan Tumpang diatas lahan seluas 9,5 Ha dimana untuk Burung Cucak Ijo disediakan lahan seluas 0,5 Ha sedangkan lahan yang lain digunakan untuk pembudidayaan dan pelestarian flora dan fauna yang lain.
Bagi kalangan penggemar burung, tentu sudah tidak asing lagi mendengar kata cucak ijo, anis merah, murai dan bahkan kenari. Dalam beberapa waktu terakhir, pemiliknya memang memperlakukan burung-burung tersebut seperti layaknya merawat anak sendiri. Bagaimana tidak? Untuk satu jenis burung cucak ijo jantan yang sudah ngocor (sebutan bagi burung kicau yang sudah jadi) mampu menembus harga puluhan, bahkan ratusan juta rupiah. Seperti apakah burung cucak ijo itu?

Cucak ijo, atau chloropis sonnerati adalah burung yang ditengarai berasal dari daerah Malang Selatan. Burung dengan tubuh yang tidak begitu besar, sangat mudah dilihat cirinya untuk membedakan jenis jantan dan betinanya. Yang jantan di bagian leher hingga muka, termasuk paruh, dipenuhi warna hitam. Paruh bagian atas lebih panjang dibandingkan dengan yang bawah. Yang betina, di sekitar kelopak mata dan leher ada warna kekuning-kuningan dan paruh bagian atas dan bawah sama panjang. Namun ada warna kebiru-biruan yang menghiasi bagian pangkal sayap kedua jenis itu.

Ciri lain yang dimiliki burung cucak ijo, kepalanya agak bulat kecil, sedangkan lubang hidung tidak besar dan leher panjang. Burung ini dinilai unik, karena selain bulunya yang mulus hijau, juga rajin berkicau. Ditunjang lagi dengan lebar bentangan sayap yang pendek sekitar 8 cm saja, plus warna keungu-unguan pada bagian ekornya, makin menambah manisnya burung cucak ijo.

Memang, tidak mudah membuat burung peliharaan kita berkicau merdu. Sangat dibutuhkan kesabaran yang tinggi. Seperti dikatakan oleh salah satu penggemar burung kicau, Bedoy. Dia menceritakan sejak dulu memang sudah jatuh cinta terhadap semua jenis burung. Tetapi seiring dengan bertambahnya waktu, lama-kelamaan dia tertarik hanya dengan beberapa jenis burung kicau saja. Burung-burung peliharaannya sekarang terdiri dari beberapa jenis, tetapi yang paling menyedot perhatiannya adalah jenis cucak ijo, anis merah dan murai.

Pria asal Karawang yang dijumpai pada saat mengikuti lomba kicau burung di Taman Wiladatika, Cibubur itu, baru-baru ini mengaku rela datang jauh-jauh untuk menyertakan burungnya mengikuti kontes. Hal ini dilakukan selain agar burung kesayangannya itu terlatih, juga dalam rangka mempromosikan perawatan yang dilakukan terhadap burungnya.

Bedoy mengatakan, untuk memelihara burung jenis cucak ijo, sangat dibutuhkan kejelian dan kesabaran. Tetapi yang paling penting menurutnya adalah mengenal karakteristik burung kesayangan kita, karena burung jenis ini cukup sensitif dan sering mabung (rontok bulu). Paling tidak, setahun sekali burung itu akan mabung. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya hal ini adalah perubahan suhu. Pergantian dari musin panas ke musim hujan juga salah satu penyebab kerontokan bulu. Bila mengalami hal ini, dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk pemulihan. Kira-kira 6 sampai 8 bulan, tambahnya. Selama masa tersebut, bisa dipastikan burung peliharaan yang awalnya selalu menemani kita dengan kicauannya yang merdu akan menjadi burung yang bisu.

Untuk mengatasi hal ini, Bedoy biasa memberikan vitamin-vitamin khusus seperti natural agar burung-burung kesayangannya itu cepat pulih. Vitamin itu dicampurkannya pada minuman burung. Kemudian, langkah selanjutnya jangan memandikan burung untuk sementara waktu sampai bulu-bulu baru tumbuh. Ini dilakukan untuk membantu proses pertumbuhan bulu baru, tambahnya.

Dalam perawatan, dia mempunyai trik-trik khusus yang diterapkan agar burungnya selalu terlihat sehat. Setiap pagi hari dia akan memandikan burung itu dengan cara disemprot. Hal ini dilakukan karena pada dasarnya cucak ijo adalah burung yang suka mandi. Selanjutnya setelah dimandikan, bersama dengan kandangnya digantung dan dijemur. Dengan cara ini, kuman-kuman yang berasal dari kotoran burung dengan sendirinya akan mati. Kita tidak perlu lama-lama waktu menjemur, bila dilihat bulunya sudah mulai kering dapat langsung di pindahkan ke tempat yang lebih teduh, kemudian kandangnya ditudung (ditutupi dengan kain).

Setiap hari sudah menjadi pekerjaan rutinnya mencari jangkrik hidup untuk makanan utama cucak ijo miliknya. Dalam sehari biasanya dia menghabiskan enam ekor jangkrik untuk satu burung. Pagi hari tiga ekor setelah burung dimandikan, dan sisanya diberikan pada sore hari.

Kemudian, bila burungnya ingin disertakan dalam kontes, dia akan menambah jatah jangkrik menjadi 10 ekor. Hal ini dilakukan agar burung itu tidak mengalami stres dan tetap fit karena biasanya kontes yang diikutinya berada di tempat yang jauh, dan membutuhkan waktu tempuh yang panjang.

Buah-buahan

Burung cucak ijo sebenarnya juga sangat menyukai buah-buahan seperti pepaya dan pisang (kepok). Malah tidak jarang banyak pemelihara burung ini memberikan makan kroto (anak semut yang belum jadi) dan pur (sejenis gabah yang digiling halus).

Dalam pemberian pakan, burung cucak ijo adalah burung yang terbiasa makan apa yang dahulu sering menjadi makanannya. Sebagai contoh, bila dari kecil burung kicau kita terbiasa makan kroto, maka sulit baginya memakan pur. Tetapi kita tidak perlu khawatir untuk mengatasi hal ini. Menurut Bedoy, yang perlu dilakukan adalah mengurangi menu makan kroto sedikit demi sedikit, jangan sekaligus. Pur bisa dicampur dengan kroto dengan perbandingan 1 : 3.

Satu lagi yang menurutnya penting dalam perawatan cucak ijo adalah dalam hal penempatan kandang. Diusahakan dalam menempatkan kandang burung jangan di tempat yang terlalu lembab dan jangan terlalu panas. Cukup di tempat yang teduh dan memiliki sirkulasi udara yang cukup. Bila memiliki lebih dari satu burung cucak ijo, sebaiknya jangan diletakkan bersebelahan, kecuali diberikan penyekat khusus. Jika diletakkan berdampingan, akan terjadi pertengkaran kicau burung. Bila ini berlangsung dalam waktu yang lama, maka burung yang kalah berkicau akan stres dan tidak mau berkicau lagi.

Bedoy mengakui, terakhir membeli anakan burung cucak ijo berumur empat bulan dari temannya seharga Rp 500.000. Setelah dia rawat dan pelihara, pada umur 1,5 tahun dia mencoba mengikutsertakan pada lomba kicau burung lokal di Karawang, dan berhasil masuk lima besar. Sekarang, burung peliharaannya itu banyak yang menawar di atas Rp 10 juta.

Di tempat lain, Sugeng, seorang penghobi yang mengkhususkan diri memelihara burung anis merah mengaku sudah sering memenangkan lomba kicau burung. Menurutnya, anis merah juga termasuk dalam jenis burung langka dan sangat sensitif, tidak jauh berbeda dengan cucak ijo.

Pernah suatu hari burung kesayangannya tidak mau berkicau, dan pikirnya karena kesalahan dalam pemberian makan. Setelah menu makanan burungnya diganti, masih tetap tidak berkicau, lantas dia baru ingat beberapa minggu yang lalu pernah mengganti tangkringan burung didalam kandang dengan tangkringan baru. Kemudian, dia mencoba kembali memakai tangkringan yang lama. Hasilnya? Ternyata tidak lama burungnya kembali mau berkicau dengan indah. Itulah awal mengapa disebutnya burung anis merah adalah burung yang sangat sensitif. Ketertarikannya pada burung Anis Merah didasarkan pada suaranya yang sangat khas.

Menurutnya, burung anis merah adalah jenis burung yang sangat sulit dibedakan mana yang jantan dan mana yang betina. Untuk mengakali itu semua, dia mempunyai cara tersendiri untuk melihat apakah burung yang dipeliharanya itu jantan atau betina. Biasanya yang jantan bentuk kepalanya agak segitiga dari paruh hingga ke pangkal leher, dibandingkan yang betina lebih berbentuk lonjong, tambahnya.

Dalam sehari dia mengaku menghabiskan sekitar Rp 25.000 hanya untuk pakan beberapa ekor burung. Jangkrik dan kroto adalah menu utama burung peliharaannya itu. Menurutnya, dengan sering diberi makan jangkrik, maka kicauannya akan semakin keras. Selain itu seminggu dua kali dia memberikan super kicau, yaitu sejenis suplemen khusus burung. Burung juga butuh suplemen.
SUMBER

Buku: Memahami Khalayak Anda

Tidak banyak buku yang dengan telaten menjelajahi tiap detil yang berkaitan dengan riset khalayak (audience), dalam hal ini riset pendengar radio. Sampai saat ini, setahu saya, hanya ada dua buku - yang salah satunya adalah buku yang ditulis oleh Dennis List ini - yang dengan rapi dan lengkap yang menjelaskan bagaimana caranya menjalankan riset sendiri.

Kalau televisi sudah sedemikian rupa ‘diukur’, tidak demikian dengan radio. Belum ada lembaga riset yang mau ‘investasi’ data pendengar radio seperti halnya menginvestasi data penonton televisi. Karena itulah, data pendengar radio tak mudah didapatkan semudah mendapatkan data penonton televisi. Kalaupun ada, sisi kelengkapannya jauh dari yang dibutuhkan.

Seringkali, sebuah laporan riset dipresentasikan tanpa mengikutsertakan metodologi yang digunakan. Sebuah kesalahan yang fatal, karena dengan demikian pembaca hasil riset tidak akan mungkin dapat membaca hasil riset tersebut dengan ‘benar’. Dalam bab awal buku ini dijelaskan bagaimana sebuah laporan riset ditulis, diawali dengan beberapa sub-bab seperti: alasan menjalankan riset, topik-topik riset, bagaimana merencanakan riset, metoda yang paling baik, dan siapa yang harus menjalankan riset.

Tak perlu merasa ‘tak mampu’ bagi pembaca yang tak pernah belajar statistik atau penelitian. Pada bab Merancang Sampel, pembaca akan dapat memahami hal-hal paling mendasar dan istilah-istilah yang digunakan dalam kegiatan riset: populasi, kerangka sampel, jenis-jenis sampel, pengambilan sampel (acak dan non-acak), memilih responden, dll.

Bagaiman merencanakan kuesioner, merevisinya, membuat format pertanyaan, bagaimana menyusun pertanyaan, tata letak, sampai menguji kuesioner diberikan dengan gamblang di Bab III. Pada bab selanjutnya, pembaca akan dapat memahami bagaimana melakukan wawancara, mulai dari lokasi dan jenis tugas lapangan, menyiapkan log wawancara, bagaimana menggali pertanyaan, melakukan verifikasi, juga bagaimana caranya membujuk responden yang enggan melayani kita.

Bila data telah terkumpul, bagaimana menganalisisnya? Pada baba V, terbentang cara-cara menganalisis data survey. Pembaca akan dituntun untuk memeriksa dan menyunting data, memasukkan data (data entry), kemudian menerjemahkan hasil survey dan menganalisis survei secara manual. Bab ini kemudian dilanjutkan dengan bab Penyajian Temuan. Hati-hati, analisis survey perlu disajikan dengan benar, sesuai dengan pihak yang dituju. Bagaimana seharusnya laporan survey disajikan, dan tata letak laporan tertulis, mengambil bagian dalam bab ini. Apa yang sebaiknya disajikan? Kata-kata, angka atau gambar? Bagaimana menyajikan grafik dan bagan?

Buku ini tidak hanya menuntun pembaca dalam menjalankan survey. Separuh halaman buku ini juga menyajikan informasi tentang metode-metode riset selain survey, yang sangat mungkin dijadikan pilihan, mengingat survey merupakan metode yang cukup kompleks dan biasanya butuh biaya lebih besar. Metode lain yang disajikan dalam buku ini adalah: survey lewat telepon (jenis yang banyak disukai praktisi radio), survey melalui surat, survey fans/pengunjung, observasi, wawancara mendalam, diskusi kelompok (FGD), atau teknik yang paling baru: riset melalui internet.

Beberapa lembar halaman dari buku aslinya, “Know Your Audience” dapat diunduh di alamat ini: http://audiencedialogue.net/kya.html

tag:Buku, Radio, Riset

beautiful but deadly arts. Never shown before.

posting sebelum beli domain hosting

embuhlah wis piro ae blog aku creat,nang blogger,wordpress, blogsome,blogdrive,blogdetik,blogster,uakeh wis ..!postinganku ra karuan akehe,ra karuan isine..,jane ngeblog iku yo penting yo ora,,..aku sempat boring banget ngeblog ..tapi akhire di pikirpikir ternyata ngeblog nggak sekedar iseng,tapi justru berbalik penting banget,soale nang blog awake dhwe iso sharing knowledge karo blogger lain,iso posting gae nyalurne ambisi nulis,entah iku fiktif utawa ilmiah.yo wislah sak durunge aku beli domain hosting sing beneran,aku tak trial and error nang blog gratisan dhisik.once again ,dhuwe hosting domain pribadi iku penting banget..!